Minggu, 04 Desember 2011

Pendidikan Agama Sejak Dini Mutlak Dilakukan

Lhokseumawe ( Berita ) :  Wali Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Munir Usman menyatakan,pendidikan agama sejak dini bagi anak-anak mutlak dilakukan untuk memupuk moralitas dan mentalitas yang baik.
“Sungguh tidak dapat kita bayangkan apa yang akan terjadi dikemudian hari, apabila anak-anak kita tidak dibekali pendidikan agama,” katanya ketika meresmikan gedung Taman Pengajian Al Quran “Baitul Izzah yang dikelola Lembaga Dahwah Islam Indonesia (LDII) di Bukit Rata, Lhokseumawe, Selasa [05/07].
Pada kesempatan itu juga Wali Kota Munir Usman membuka acara kemping Cinta Alam Indonesia (CAI) yang diikuti 200 remaja putra dan putri yang mewakili seluruh kabupaten/kota di Aceh.
Wali Kota menyatakan, dengan adanya bekal dan pemahaman agama yang cukup akan mampu menjadi benteng bagi dirinya dalam menepiskan ajaran, budaya, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
Pada gilirannya, lanjut Wali Kota, akan melahirkan generasi muda yang dapat bersikap sebagai muslim sejati yang berbakti kepada agama, dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Dikatakan, sebagai jawaban atas kekhawatiran orang tua dan kebutuhan akan pendidikan yang Islami, pendidikan baca tulis Al Quran melalui TPA ini sangat penting dilakukan.
“Dengan mengajarkan putra-putri kita membaca Al Quran diharapkan mereka dapat terhindar dari hal-hal negatif yang dapat merusak moral dan akhlaq putra-putri kita kelak,” tuturnya.
Melalui kesemp[atan ini, ia mengajak para orang tua agar membekali putra-putri sedini mungkin dengan ilmu-ilmu agama Islam, khususnya dalam membaca Al Quran dengan benar.
“Dengan mengajarkan mereka cara membaca Al Quran yang baik dan benar akan lebih mudah memahami arti dan kandungannya, karena Al Quran merupakan Kitabullah, kitab suci umat Islam, yang merupakan tuntutan hidup kita mencapai kebahagian dunia dan akhirat,” katanya.
Oleh karenanya, Wali Kota menyambut gembira atas kepedulian LDII terhadap aspek pendidikanagama dan moral generasi muda, khususnya anak-anak dan remaja. Sementara itu, Ketua DPD LDII Kota Lhokseumawe Tgk. Azhari menyatakan, pembangunan gedung TPA Baitul Izzah menghabiskan dana Rp385 juta yang bersumber dari warga LDII dan bantuan Wali Kota. Gedung berukuran 31×8 meter mampu menampung 120 anak-anak yang terbagi dalam tiga lokal.
Pada kegiatan CAI akan ada pembicara dari Dansastrad 231 dengan tema “Hubungan Ketahanan Nasional dengan Karakter Bangsa” dan Kesbangpol dan Linmas dengan tema “Undang-undang Keormasan”, Kamenag Kota Lhokseumawe dengan tema “Pendidikan Agama Islam di Indonesia, khususnya di Aceh pada masa sekarang ini”. (ant )

Jumat, 14 Oktober 2011

Orang radikal akibat sistem pendidikan agama salah

Tanggal publikasi: 27 Mei 2010

Orang radikal akibat sistem pendidikan agama salah thumbnail
Pdt. Albertus Patty (kiri) dan Ulil Abshar Abdalla (kanan) saat diskusi tentang pendidikan agama di sekolah-sekolah
Sistem pendidikan agama yang keliru, tidak memberdayakan siswa untuk bernalar dan terlalu doktriner, menyebabkan orang menjadi radikal, kata direktur Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdalla.
”Metode pendidikan agama di sekolah bermasalah, karena anak-anak dipaksa untuk menghafal, bukan bernalar,” kata Ulil dalam diskusi Nestapa Pendidikan Agama di Sekolah, 26 Mei lalu di Jakarta Pusat.
”Sebagai dampak, orang merasa cinta terhadap agama, yang akhirnya membuat mereka radikal.”
Menurut Ulil, ini bertentangan dengan tujuan pendidikan agama, yang seharusnya menyiapkan orang untuk beradaptasi dengan perubahan.
Dia mencontohkan pendidikan agama yang dianutnya. Anak-anak ditakut-takuti, karena mengajarkan ”orang yang mencuri harus dipotong tangannya.”
“Anak-anak dijadikan semacam proyek percontohan dari sistem pendidikan agama kita. Sekolah pluralis menjadi sangat ’mahal’,” katanya.
Sementara Pendeta Albertus Patty, ketua Gereja Kristen Indonesia (GKI), mengatakan pendidikan agama di sekolah terlalu dogmatis, tak sesuai dengan konteks Indonesia.
”Ini yang menimbulkan sekat-sekat teologis di kalangan Kristen sendiri maupun dengan non Kristen,” katanya.
”Di kalangan sesama Gereja saja saling menuduh kafir dan saling meng-kristenisasi. Ironisnya hal ini terjadi hingga saat ini,” lanjutnya. ”Ini menyebabkan umat berpikir kristenisasi menjadi suatu ideologi.”
Di samping itu, undang-undang sistem pendidikan nasional, yang menimbulkan sekat-sekat agama, membuat orang eksklusif dan primordialis.
Pdt. Albertus menekankan pentingnya pemberdayaan para pendeta sehingga berwawasan plural. Untuk itu GKI bekerjasama dengan Wahid Institut untuk memberi pencerahan tentang pluralitas kepada para pendeta.
Khalik, 16, siswa SMA yang hadir dalam diskusi itu, mengatakan, guru dan murid sebetulnya menjadi korban dari ajaran radikal.
Dia menyayangkan ada yang mengajarkan bahwa di luar suatu agama tertentu tidak ada keselamatan. ”Untung ibu saya seorang yang moderat sehingga saya sangat toleran dengan agama-agama lain,” kata Khalik.

Sumber : http://www.cathnewsindonesia.com/2010/05/27/orang-radikal-akibat-sistem-pendidikan-agama-salah/

Kamis, 13 Oktober 2011

ACIS ke-11 Rekomendasikan Pertemuan Tahunan Lintas Agama

Rabu, 12 Oktober 2011 17:08 WIB.

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG - Annual Conference on Islamic Studies (ACIS) ke-11 yang diselenggarakan di Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) 10 – 13 Oktober 2011, akan ditutup Rabu (12/10) malam. Konferensi yang dibuka Menteri Agama Suryadharma Ali ini menghasilkan tiga rumusan dan dua rekomendasi penting bagi pengembangan Islam di Indonesia.

Koordinator Publikasi ACIS ke 11, Subardi, menjelaskan, konferensi ACIS yang bertemakan “Merangkai Mozaik Islam dalam Ruang Publik untuk membangun Karakter Bangsa” ini melahirkan rekomendasi untuk menggagas pertemuan tahunan yang melibatkan seluruh unsur agama di Indonesia atau lintasagama.

“Selama dua hari pelaksanaan seminar dalam kegiatan ACIS ke-11 telah dikaji tiga tema besar, yaitu mozaik Islam, Islam dalam ruang public, dan membangun karakter bangsa. Pembahasan di tiga ruangan terpisah dengan para pembicara pakar dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi agama Islam di Indonesia,” kata Subardi.


Menurut Subardi, rekomendasi yang dihasilkan berkaitan dengan keragaman Indonesia dan perlunya pertemuan agama tahunan lintas agama. “Rekomendasi ini sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan Islam dan pelaksanaan pendidikan Islam di Indonesia. Bagi pendidikan Islam, subtansinya nanti berkaitan dengan sertifikasi para dosen, pengembangan ilmu-ilmu ke Islaman di PTAI.”

Secara lengkap rumusan dan rekomendasi tersebut akan disampaikan Prof Dr Minhaji sebagai sterring comitte (SC) ACIS ke-11 saat penutupan, yakni berupa tiga rumusan sesuai dengan tiga tema besar yang dikaji dan dua rekomendasi.
Redaktur: Johar Arif

Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Pendidikan Agama Perlu Diperbaiki

 

Jakarta (Berita) Persoalan penyelenggaraan ibadah haji dan pendidikan agama  perlu segera diperbaiki. Berdasarkan pengawasan di 33 provinsi oleh Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ditemukan beberapa permasalahan menyangkut penyelenggaraan ibadah haji dan pendidikan agama.

Demikian terungkap dalam rapat kerja (raker) Komite III DPD RI dengan  Menteri Agama Suryadharma Ali di  Gedung DPD Jakarta, Senin [15/02]. Disebutkan masalah penyelenggaraan ibadah haji meliputi transparansi pemanfaatan dana tabungan awal, penetapan kuota, administrasi kelengkapan dokumen, perlu penataan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), penataan kegiatan di asrama haji, serta masalah pemondokan yang jauh dan masalah makanan di Tanah Suci. 

Komite III  DPD berpendapat timbulnya permasalahan karena pemerintah kurang tegas dalam mengambil peran sebagai regulator atau operator.Selain itu peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan dari UU No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji harus segera dikeluarkan.
Komite III DPD juga menemukan masalah  di bidang pendidikan agama yang meliputi sarana prasarana, pembiayaan pendidikan dan kualitas pondok pesantren masih kurang.  Guru agama juga belum mendapat perhatian serius, terutama kualifikasi dan kesejahteraan. 

Menanggapi peran pemerintah sebagai regulator sekaligus operator, Menteri Agama Suryadharma Ali mengungkapkan perusahaan penyelenggara ibadah haji khusus di Indonesia hanya 120, hanya mampu menangani kurang lebih 50.000 jamaah haji.
“Bagaimana kalau mereka diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan ibadah haji dengan jumlah jamaah 210.000 orang, apalagi kita berikan ke perusahaan lain yang sama sekali baru yang belum mempunyai pengalaman, resikonya sangat tinggi,” ujar Suryadharma Ali.
Selain itu untuk mempermudah jamaah haji, Kementrian Agama juga berupaya mendekatkan pemondokan dari 7 km (di tahun 2009) menjadi 4 km (tahun 2010). Masalah penggunaan setoran awal ditegaskan oleh Suryadharma Ali semakin transparan, karena yang mengawasi bertambah banyak, yani DPR, DPD, BPK, BPKP, KPK, Irjen Kementrian Agama dan Pers. 

Permasalahan katering yang selalu menjadi persoalan dari tahun ke tahun, ternyata juga menjadi perdebatan di internal Kementrian Agama, yaitu dalam bentuk prasmanan atau nasi kotak. Berkaitan dengan masalah peraturan pemerintah yang belum diterbitkan dan pembentukan Komisi Pengawas Haji Indonesia , Menteri Agama berjanji akan menyelesaikannya dalam periode ini.
Sedangkan, mengenai masalah pendidikan agama, Suryadharma Ali mengakui pendidikan agama memang masih kurang, karena pembiayaan berasal dari masyarakat dan belum ada standarisasi.
Rapat kerja ini menghasilkan beberapa usulan Komite III DPD RI antara lain melakukan peningkatan mutu pendidikan madrasah, pondok pesantren dan pendidikan keagamaan yang dikelola masyarakat, melalui peningkatan sarana, prasarana, kualifikasi dan kompetensi pendidikan , menuntaskan pengesahan seluruh peraturan perundangan yang diamanatkan UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia serta membentuk Badan Pengelola Dana Abadi Umat tahun 2010, melakukan langkah efisiensi terhadap Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2010 dengan mempertimbangkan hasil pengawasan haji, membuka peluang peran maskapai nasional lainnya dalam pengangkutan jamaah haji secara terbuka untuk efisiensi BPIH, meningkatkan pembinaan terhadap jamaah haji dalam pelaksanaan ibadah haji untuk mencapai haji mabrur, serta mendorong peran serta Pemprov dan Kabupaten Kota dalam pelayanan jamaah haji asal daerah masing-masing dan membantu pembangunan embarkasi haji di daerah yang membutuhkan.(aya)

Sumber : http://beritasore.com/2010/02/16/penyelenggaraan-ibadah-haji-dan-pendidikan-agama-perlu-diperbaiki/